KATANYA, roda belakang mobil lebih cepat botak karena selalu berpikir untuk menyusul roda depan. Begitu pula dengan ban di sebelah kirinya. Tetapi, tentu saja itu hanya ada dalam komik humor. Pastinya, ban belakang lebih banyak berputar bersentuhan dengan jalan dibanding roda yang terletak di bagian depan. Logikanya, bagian depan kendaraan selalu menapak aspal yang lebih dekat ke pusat putaran daripada roda belakang yang terbuang jauh ketika mobil berbelok atau berputar.
Begitu pula posisi roda. Pada kendaraan berpenggerak tunggal 4×2, depan atau belakang, ban yang berfungsi sebagai penggerak tentu akan lebih cepat aus dibanding ban di posisi lainnya.
Menghadapi kondisi ini, tidak sedikit pengguna mobil yang menyiasatinya dengan cara menukar ban belakang dengan ban di depannya yang letaknya bersesuaian. Artinya, ban depan kanan ditukar dengan ban belakang yang juga di sebelah kanan. Begitu pula dengan ban di sebelah kirinya. Cara ini dikenal sebagai rotasi pola searah.
Ada pula sebagian orang yang memilih rotasi silang. Bedanya, pada rotasi ini, ban depan kanan ditukar dengan ban belakang yang berada di sebelah kiri mobil. Sementara, ban depan kiri ditukar dengan ban belakang kanan.
Langkah ini tentu saja bertujuan memberi efek botak yang merata terhadap semua ban. Namun, ternyata tidak semua ban cocok dengan kedua cara rotasi tersebut. Khususnya, ban yang memiliki alur searah. Ban ini kurang cocok dengan rotasi silang.
Bagi kendaraan berpenggerak dua roda atau yang sering disebut four wheel drive dan disingkat dengan 4WD biasanya banyak yang memilih menggunakan rotasi pola silang. Pertukaran ban pada kendaraan ini juga dianjurkan lebih sering dibanding kendaraan yang berpenggerak satu poros saja. Jika pada 4×2 rotasi dilakukan pada jarak 10.000 kilometer, maka pada 4WD sebaiknya pada setiap jarak 5.000 km.
Selain itu, ban mobil juga harus menjalani balancing dan mobil juga harus menjalani spooring secara teratur. [Y-5]